Sentil KPU dan Bawaslu, koalisi masyarakat sipil menuntut kampanye informasi dan edukasi
Suara.com – Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Informasi dan Edukasi merespons dinamika politik jelang tahapan kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Perwakilan Cakra Wikara Indonesia (CWI), Yolanda Panjaitan, menyampaikan poin pernyataan bersama dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Mendidik.
Posisi pertama adalah mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk lebih berani dan inovatif dalam mengembangkan regulasi yang spesifik, komprehensif, efektif dan berdampak terhadap penyelenggaraan kebijakan media sosial kampanye.
Dia mengatakan kampanye media sosial perlu ditanggapi dengan serius agar dapat mengatasi masalah saat ini, termasuk maraknya misinformasi, hoaks, ujaran kebencian, dan berita palsu. Untuk itu, lanjut Yolanda, diperlukan kode etik kampanye di media sosial. Hal ini dianggap penting agar kampanye media sosial memiliki kredensial yang jelas.
Baca Juga: Jelang Tanggal Kampanye Pemilu 2024, Kuota Stadion Persib, Persija, dan PSIS 100% Penuh
Selain itu, koalisi masyarakat sipil ini juga mendorong Penyelenggara Sistem Elektronik (PES) untuk berkomitmen menyediakan ruang bagi masyarakat sipil untuk terlibat dalam moderasi konten.
Kedua, mendorong KPU dan Bawaslu lebih profesional dalam menyelenggarakan pemilu untuk menjamin prinsip inklusi, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu secara langsung, publik, bebas, rahasia, jujur, dan adil. /26/2023).
Untuk itu, kata dia, pelibatan pemangku kepentingan terkait harus dilakukan secara bermakna di setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
“Keterlibatan partisipasi masyarakat jangan hanya formalitas, dalam hal menjaring aspirasi dan pendapat masyarakat, koalisi juga menuntut agar KPU dan Bawaslu memperjuangkan aspirasi dan komitmen masyarakat sebelum rapat dengan Komisi DPR RI. II,” kata Yolande.
Poin ketiga adalah mendorong partai politik, calon presiden, calon legislatif dan calon kepala daerah untuk berkampanye secara informatif dan edukatif, tidak menyebarkan hoaks, tidak menggunakan ujaran kebencian berdasarkan SARA dan identitas lainnya yang sampai saat ini diduga menyasar dan menciptakan bahaya atau ancaman terhadap warga negara yang rentan dan terpinggirkan, seperti kelompok agama minoritas (Ahmadiyah, Syiah, Kristen), kelompok difabel dan kelompok beragam gender (LGBTQI+).
Baca Juga: Anggota DPR Gagal Penuhi Syarat, KPU Paser Segera Kembalikan Berkas
“Karena kampanye seperti ini telah menimbulkan keresahan dan penipuan publik, meningkatnya diskriminasi dan munculnya konflik di masyarakat. Koalisi juga menolak keras eksploitasi materi dan konten kampanye, termasuk di media sosial, yang mendiskreditkan atau meremehkan kelompok rentan dan terpinggirkan. ,” kata Yolande.
“Keempat, mendorong keterbukaan data kampanye, termasuk laporan dana kampanye, dengan tujuan mendorong transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemilu.Koalisi juga menuntut agar KPU tetap memasukkan persyaratan pelaporan penerimaan dana kampanye (LPSDK) dalam Peraturan KPU,” lanjutnya.
Poin terakhir adalah memperkuat konsolidasi masyarakat sipil dalam pengawasan Pemilu 2024 dan mendorong pemberdayaan masyarakat.
“Salah satunya penguatan literasi pemilih dalam menghadapi pemilu, terutama untuk memerangi informasi yang menyesatkan, diskriminasi dan polarisasi yang tinggi akibat kontestasi pemilu,” katanya.