
Membangkitkan sejarah pekerja migran Indonesia, film tentang perempuan berdarah memiliki misi untuk mengakhiri kekerasan seksual
Suara.com – Film Women with Blood merupakan salah satu tayangan yang mengusung misi khusus. Ajak masyarakat untuk berani angkat bicara jika mengalami kekerasan seksual.
Bukan tanpa alasan, kasus kekerasan seksual merajalela namun korban bungkam membuat Jeremias Nyangoen cuek.
Film Perempuan Berdarah atau Perempuan Dari Rote saat jumpa pers di Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2023). [Suara.com/Rena Pangesti]
Inilah mengapa Jeremias Nyangoen, sang sutradara, membuat film ini. Uniknya, sang sineas lebih memilih bintang lokal ketimbang artis ternama untuk ikut serta dalam film bertajuk Women From Rote internasional ini.
“Saya senang dengan aktor terkenal, tapi saya juga senang syuting dengan aktor lokal yang luar biasa,” kata Jeremias Nyangoen di Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2023).
Baca Juga: Tampil di Prime Video, 3 Alasan Kenapa Harus Nonton Film ‘Waktu Maghrib’
Salah satu bintang film ini adalah Sallum Ratu Ke yang berperan sebagai Bertha. Bahkan jika itu film pertamanya, dia tidak ingin menjadi suam-suam kuku.
“Cukup sulit karena dia ceria. Syukurlah ada pelatih interim yang membantu,” kata Sallum.
Sallum Queen Ke kembali merasa bersyukur. Karena selain berkesempatan berakting, lewat film ini juga bisa mengkampanyekan anti kekerasan seksual.
“Kita, sebagai perempuan atau siapa pun yang dilecehkan, baik secara verbal maupun non-verbal, harus berani angkat bicara dan melawan,” kata Sallum.
Van Jhoov, bintang lain film ini, juga mengingatkan bahwa kekerasan seksual selama sebulan hanya terjadi pada perempuan. Pria juga bisa mengalami hal yang sama.
Baca Juga: Tak Disangka, Ini Penyesalan Miyabi Usai Pensiun Jadi Bintang Film Dewasa
“Kekerasan seksual terjadi pada semua orang, bukan hanya perempuan. Oleh karena itu, mari kita berkampanye untuk mengakhiri kekerasan seksual,” jelas Van Jhoov.
Sebagai ilustrasi, film Women with Blood bercerita tentang Martha, TKI ilegal yang dipulangkan.
Kembali ke Indonesia, Martha tidak membawa kekayaan, melainkan depresi berat. Karena butuh kelapa sawit, mereka diperkosa saat berada di kebun.